Menghitung Hari, Membahas Upah

Aksi para buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Menggugat (ABM) Jatim dan KASBI pada Hari Buruh Internasional di Surabaya (Dok. ABM Jatim)

Aksi para buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Menggugat (ABM)

Membahas upah buruh yang layak tak semudah membalik tangan. Ibarat makan buah simalakama. Upah tinggi bisa mengancam kelangsungan perusahaan sedangkan upah murah hanya akan membuat kehidupan buruh makin terpuruk.

Oleh : M Subchan Sholeh

Pemandangan klasik terjadi kembali saat upah minimum kota (UMK) Surabaya tahun 2008 dibahas di Dewan Pengupahan Surabaya. Pengusaha dan buruh masih berbeda pendapat soal besaran UMK dan kebutuhan hidup layak (KHL).

Sesuai Peraturan Menaker No. 17/Men/VIII/2005, tahapan pembahasan UMK diawali dengan survei KHL oleh Dewan Pengupahan. Di Surabaya, Dewan Pengupahan terdiri dari 15 wakil pemkot, sembilan wakil buruh, sembilan wakil pengusaha (Apindo), dan dua wakil akademisi. Namun, survei KHL hanya dilaksanakan oleh wakil pemerintah, pengusaha, dan buruh secara bersama. Survei dilakukan di tiga pasar di Surabaya. Antara lain Pasar Wonokromo, Soponyono, dan Balongsari.

Survei dilakukan untuk mengetahui harga 46 item KHL. Yakni, makanan dan minuman (11 item), sandang (9 item), perumahan (19 item), pendidikan (1 item), kesehatan (3 item), transportasi , rekreasi dan tabungan. Hasilnya, KHL di Wonokromo mencapai 876.246 per bulan, Soponyono Rp 784.327 per bulan dan Balongsari, Rp 780.359 per bulan. Setelah dihitung rata-rata, maka KHL sementara di Surabaya adalah Rp 813.650. Saat menginjak pembahasan dua item KHL tersisa yakni biaya listrik dan air, pertentangan mencuat.

Apindo meminta biaya pemakaian listrik maksimal adalah 12 jam per hari sedangkan buruh meminta biaya pemakaian listrik dihitung selama 24 jam sehari. Pada item biaya pemakaian air, Apindo meminta disamaratakan saja sementara buruh menuntut disesuaikan dengan kelas jalan. Pasalnya, tarif PDAM berdasarkan kelas jalan. Karena saling ngotot, puluhan rapat yang dilakukan gagal menemui kesepakatan.

Parahnya lagi, kegagalan itu juga dipicu oleh status wakil Apindo di Dewan Pengupahan. Wakil Sekretaris Dewan Pengupahan Surabaya H A Muchit Efendi mengungkapkan, wakil Apindo bukan pengusaha melainkan karyawan Apindo. Akibatnya, mereka tidak bisa membuat keputusan sendiri sebelum berkonsultasi dengan atasannya.

Untuk memecah kebuntuan, Muchit mengusulkan untuk membahas usulan UMK lebih dulu. Penasehat Sarbumusi Surabaya ini menuturkan, pembahasan ini juga tidak mudah. Ada tiga usulan UMK yang berkembang. Usulan Apindo Surabaya dengan UMK maksimal Rp 800 ribu, UMK usulan wakil buruh dari unsur Sarbumusi minimal Rp 839 ribu dan UMK usulan delapan wakil buruh lainnya, minimal Rp 800 ribu dan maksimal 839 ribu.

Wakil Apindo, Emil mengatakan, pihaknya sulit memenuhi permintaan UMK buruh karena kemampuan mereka hanya Rp 800 ribu.

“Kami tetap di angka 800 ribu,” ujarnya.

Bagi Muchit, alasan itu jelas melanggar Surat Edaran Gubernur Jatim Imam Utomo nomor 560/8.348/KHL/031/2007 tentang Penetapan UMK 2008. Dalam surat tertanggal 22 Juni 2007 itu, gubernur menyebutkan bahwa usulan UMK berdasarkan KHL dan inflasi selama setahun.

“Kalau mereka minta 800 ribu, kami minta dasar perhitungannya seperti apa.,” tegas Muchit.

Saat ditanyakan hal ini, Emil tidak bersedia menjawab. Ia meminta ditanyakan langsung kepada pimpinan Apindo.

Sementara itu, Ketua Komisi D (Kesejahteraan Rakyat) DPRD Surabaya Ahmad Jabir mengatakan, UMK 2008 harus sama persis dengan hasil KHL.

“Kalau Dewan Pengupahan tetap mengusulkan UMK yang tidak sama dengan KHL, berarti Dewan Pengupahan gagal. Kami tidak segan untuk memanggil mereka dan meminta tanggungjawabnya,” tegas Jabir

Menurut Jabir, tidak ada alasan Dewan Pengupahan mengusulkan UMK yang tidak sesuai dengan KHL. Bagi dia, tahun 2008 merupakan waktu yang tepat untuk mengusulkan UMK yang sama dengan survei KHL.

“Agar buruh bisa hidup layak sehingga produktivitas kerjanya meningkat dan pada akhirnya produktivitas perusahaan ikut melonjak,” tukas alumni ITS Surabaya ini.

Pasalnya, sudah beberapa tahun terakhir ini, besaran UMK selalu di bawah KHL. Jabir mencontohkan UMK 2007 sebesar Rp 746.500 yang lebih rendah dari KHL sejumlah Rp 768 ribu.

Jabir menuturkan, jika usulan UMK masih di bawah KHL maka Dewan Pengupahan dengan sengaja telah menempatkan buruh hidup tidak layak. Dampaknya, produktivitas buruh dan perusahaan akan menurun dengan sendirinya.

Ketua Dewan Pengupahan Surabaya Achmad Syafi’i mengatakan, pemkot akan mengambil alih pembahasan dengan menentukan KHL dan UMK jika perdebatan dua pihak tak kunjung tuntas.

Dewan Pengupahan Surabaya memang harus secepatnya mengakhiri perdebatan dan segera mengambil keputusan. Sebab, batas usulan UMK ke gubernur berakhir 5 November mendatang. Terlambat menyerahkan usulan UMK akan berakibat fatal bagi buruh karena gubernur akan menetapkan UMK 2008 sama dengan tahun 2007. Dampaknya juga tidak hanya untuk buruh di Surabaya, tapi di seluruh Jawa Timur karena Surabaya adalah barometer dalam penentuan UMK.

Walikota Jadi Penentu

Walikota Surabaya Bambang Dwi Hartono sepertinya akan menjadi penentu UMK 2008. Ini jika pertentangan wakil buruh dan pengusaha di Dewan Pengupahan Surabaya sulit diakhiri hingga batas waktu yang ditentukan.

Ketua Dewan Pengupahan Surabaya Achmad Syafi’i tak menampik kemungkinan itu. Bahkan, ia siap mengambil alih pembahasan dengan menentukan KHL, khususnya biaya listrik, dan air.

“Kalau upaya pendekatan masih gagal juga, pemkot terpaksa mengambilalih penetapan KHL dan kami serahkan ke walikota untuk ditentukan besaran UMK-nya. Tapi, kami tetap memperhatikan kepentingan dua pihak,” ujar Syafii yang juga Kepala Disnaker Kota Surabaya itu.

Wakil Sekretaris Dewan Pengupahan Surabaya H A Muchit Efendi menuturkan, kesiapannya jika penetapan KHL dan UMK diambil alih walikota. Namun, Muchit tetap mendesak walikota untuk tidak menetapkan UMK lebih rendah dari KHL.

“Kalau lebih rendah dari KHL, buruh pasti akan berdemonstrasi menentang keputusan walikota itu.

Secara terpisah, Koordinator Divisi Advokasi Serikat Buruh Kerakyatan (SBK) Surabaya Jamaluddin, juga mendesakkan hal yang sama. Menurut dia, nasib 1,3 juta buruh di 8.500 perusahaan di Surabaya menjadi taruhannya.

“Semuanya sekarang tergantung kebijakan politik Walikota Surabaya, apakah akan memberi upah murah dengan penetapan UMK yang rendah atau meningkatkan kesejahteraan buruh dengan UMK sesuai KHL buruh yang benar,” tukas Jamaludin.

Ia meminta walikota cermat menentukan UMK Surabaya. Pasalnya, UMK Surabaya menjadi barometer seluruh Jatim karena biaya hidupnya paling tinggi. Jika UMK Surabaya murah maka bisa dipastikan UMK seluruh Jatim akan murah.

Sementara itu, Ketua Komisi D (Kesejahteraan Rakyat) DPRD Surabaya Ahmad Jabir menyampaikan harapan serupa agar UMK di atas KHL dengan tetap memperhatikan kepentingan dunia usaha. Bagi dia, masih banyak cara yang bisa dilakukan untuk melindungi kepentingan dunia usaha tanpa mengorbankan buruh dan keluarganya. Misalnya, menghapus pungutan ilegal di birokrasi yang lazim disebut illegal birocratic cost yang selama ini menjadi beban pengusaha.

Perpendek meja panjang birokrasi untuk urusan administrasi pengusaha,” tegasnya. (*)

Survei KHL Independen

Perseteruan usang antara wakil buruh dan pengusaha di Dewan Pengupahan soal besaran KHL dan UMK perlu diakhiri. Pengamat perburuhan Unair Herlambang Perdana SH MA mengusulkan perlunya survei KHL secara independon oleh akademisi.

“Teman-teman dari Fakultas Ekonomi saya kira mampu melakukan survei seperti ini,” ujarnya.

Dengan cara ini, ia berharap, UMK yang dirumuskan benar-benar mencerminkan kondisi sesungguhnya dari KHL seorang buruh. Lebih jauh dari itu, Herlambang menuturkan, tarik-menarik pembahasan UMK ini sesungguhnya tak terlepas dari kepentingan pemerintah pusat. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono disebut Herlambang tengah mengembangkan politik investasi dimana upah cenderung dibuat murah agar tidak mengganggu iklim investasi.

“Sama halnya dengan pengusaha yang selalu menekan jauh KHL agar politik modalnya tidak terganggu. Sebaliknya, buruh dengan politik kesejahteraan berupaya agar upah lebih tinggi dari KHL,” urainya.

Repotnya lagi, lanjut Herlambang, pemerintah dan pengusaha saat ini sedang mengikuti tren global dalam menentukan upah. Yakni, market friendly minimum wage. Artinya, upah akan disusun sedemikian rupa agar bersahabat dengan pasar. Pendeknya, upah tidak boleh terlalu mahal agar tidak mengganggu pasar.

Fenomena ini, menurut dia, telah terlihat jelas dimana UMK selalu di bawah KHL. Bagi dia, buruh harus terus menyuarakan pelanggaran ini karena upah yang layak sesungguhnya merupakan hak dasar yang telah diatur dalam UUD 1945 dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Penentuan upah yang tidak layak sebenarnya merupakan pelanggaran HAM mendasar yang dilakukan secara sistematis oleh negara. Sebab, negara yang terlibat dalam penyusunan KHL sampai menetapkan UMK,” tegasnya. (27 Okt 2007)

2 responses to this post.

  1. DERITA KAUM BURUH

    Melambung nya harga kebutuhan pokok menjelang ramadhan, membuat nasib buruh semakin kelimpungan. Gaji Rp.800.000-Rp.900.000 per bulan (rata-rata UMK Surabaya) hanya cukup untuk kebutuhan berbuka puasa dan makan sahur. Bayangkan bila buruh sudah berkeluarga dan memiliki anak, Untuk kebutuhan makan sehari-hari aja pas-pasan, belum lagi untuk kebutuhan anak, istri saat lebaran. Semua harga kebutuhan pokok naik hampir 50%, Betapa menderitanya nasib kaum buruh.

    **********

    Meminta kenaikan UMK pada saat-saat ini jelas suatu hal yang mustahil, berdemonstrasi, mogok kerja atau ngeluruk kantor dewan pasti hanya menimbulkan keributan tanpa hasil, atau bisa-bisa malah digebuki Satpol PP.

    THR (Tunjangan Hari Raya) yang selama ini menjadi kado hiburan bagi buruh sengaja di kebiri pemerintah. UU No 14/1969 tentang pemberian THR telah di cabut oleh UU No 13/2003 yang tidak mengatur tentang pemberian THR. Undang-undang yang di buat sama sekali tidak memihak kepantingan kaum buruh. Atas dasar Undang-Undang inilah pengusaha selalu berkelit dalam pemberian THR.

    Sedangkan UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, lebih memihak kepentingan investor asing dan Bank Dunia. Landasan formal seluruh aturan perundangan ini memperlemah posisi tawar buruh di bidang upah, kepastian kerja tetap, tunjangan dan hak normatif, hilangnya kesempatan kerja, partisipasi demokratis Dewan Pengupahan, dan konflik hubungan industrial. Pada prinsipnya Undang-Undang ini merupakan kepanjangan dari kapitalisme (pengusaha).

    Selain masalah gaji rendah, pemberian THR, Undang-Undang yang tidak memihak kepentingan kaum buruh, derita kaum buruh seakan bertambah lengkap kala dihadapan pada standar keselamatan kerja yg buruk. Dari data pada tahun 2001 hingga 2008, di Indonesia rata-rata terjadi 50.000 kecalakaan kerja pertahun. Dari data itu, 440 kecelakaan kerja terjadi tiap hari nya, 7 buruh tewas tiap 24jam, dan 43 lainnya cacat. Standar keselamatan kerja di Indonesia paling buruk di kawasan Asia Tenggara.

    Tidak heran jika ada yang menyebut, kaum buruh hanyalah korban dosa terstuktur dari dari kapitalisme global.

    “kesejahteraan kaum buruh Indonesia hanyalah impian kosong belaka”

  2. wuih…ulasannya lengkap banget. bener lagi. berat emang nasib buruh di negeri ini karena pemerintah tak pernah berpihak sama buruh. tapi, kawan-kawan buruh tak boleh menyerah. terus berjuang sampai kesejahteraan buruh terjamin. salam.

Tinggalkan komentar