Posts Tagged ‘buta aksara’

Pak Fadlun dan Keluarganya

Profilnya yang unik membuat saya kagum. Unik karena dia satu-satunya kepala unit teknis kami di bumi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang bukan putra daerah. Dia asli Kebumen, kabupaten berjarak 180 Kilometer dari dari Semarang, ibukota Jawa Tengah.

Fadlun Sururiyadi nama lengkapnya. Kombinasi bahasa Arab dan Jawa itu kira-kira bermakna seseorang yang penuh rasa adil, selalu bahagia dan dinaungi kebijaksanaan. 

Penghujung 2008, pertama kali saya mengenalnya. Dia hadir dalam pertemuan rutin tahunan di Surabaya. Dalam kegiatan itu, seorang kawan, Yanti pernah salah tafsir kepadanya. Tepat saat Fadlun hendak check in. Begitu Pak Fadlun menuju meja check in, Yanti segera menyodorkan daftar hadir untuk wilayah Jatim kepadanya. Semua didasari raut wajah dan postur khas Jawa yang melekat pada diri Pak Fadlun. Melihat itu, Pak Fadlun tak marah. Dia cuma tersenyum simpul sambil memberitahu Yanti.

 “Saya bukan dari Jatim, mbak. Saya dari Rote, NTT,” ucapnya.

 Yanti kaget bukan kepalang. Mukanya merah padam. Yanti buru-buru minta maaf. Namun, Yanti masih penasaran. Beberapa kali dia melirik sembari mengamati inci demi inci Pak Fadlun, dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Yanti tak salah. Perawakan Pak Fadlun memang beda macam langit dan bumi dengan tipikal warga NTT yang tinggi besar, dan berambut ikal. Sebaliknya, Pak Fadlun berpostur sedang, ramping, dan rambutnya lurus belah samping.

 Karakter khas tanah kelahirannya terpancar kuat dari raut wajah ovalnya. Pendiam, sabar, tenang, dan baik hati. Rahang yang kukuh membuatnya tampak berwibawa. Wibawa  yang membuatnya negitu dihormati anak buah dan rekan sejawat. Kharisma demikian tak dibangun dalam semalam.

 Sudah 12 tahun Fadlun menjejakkan kakinya di sini. Sejak menjadi staf fungsional atau pamong belajar (PB) di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Rote Ndao pada tahun 1998 sampai akhirnya dipercaya memegang tampuk jabatan tertinggi sebagai Kepala SKB pada akhir 2006.  

Kantor SKB Rote Ndao (dok.msubchan)

Sudah setengah windu, Fadlun memimpin, mengelola dan mengendalikan unit terdepan milik Kementerian Pendidikan Nasional di pulau terpencil. Tanggungjawab utamanya menggelar pendidikan nonformal dan informal, jamak disingkat PNFI. Programnya terentang lebar. Dari menyiapkan generasi penerus bangsa lewat pendidikan anak usia dini (PAUD), memberi kesempatan kedua untuk mereka yang putus sekolah dengan pendidikan kesetaraan dalam bentuk Kejar Paket A sampai Paket C, pemberantasan penyandang buta aksara, hingga pelatihan keterampilan bagi kaum miskin dan pengangguran melalui pendidikan kecakapan hidup. Selengkapnya

SOS Buta Aksara Jatim

Warga buta aksara di sebuah desa di Madura tengah mengikuti pendidikan keaksaraan fungsional (Dok. BPPNFFI Reg 4 Sby)

Warga buta aksara di sebuah desa di Kenjeran, Surabaya tengah mengikuti pendidikan keaksaraan fungsional (Dok. BPPNFI Reg 4 Sby)

Oleh: M Subchan Sholeh*

Tak terasa, dunia kembali memperingati Hari Aksara Internasional (HAI) pada 8 September lalu. HAI ditetapkan sebagai agenda dunia mulai 8 September 1965 melalui Sidang Unesco. Di tahun 2008, peringatan HAI menginjak tahun ke-43. Di Indonesia, peringatan itu dipusatkan di Denpasar, Bali.

Sampai tahun 2008, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) mencatat jumlah penduduk buta aksara tinggal 10,1 juta orang. Angka ini menurun drastis 1,7 juta orang dibanding pada 2007 yang tercatat 11,8 juta orang. Pada akhir 2009, Depdiknas menargetkan jumlah penduduk buta aksara usia 15 tahun ke atas tinggal 7,7 juta orang.

Selengkapnya